Kereta Nagapaksi Sumedang Larang

Kereta Nagapaksi sangat mirip dengan kereta Singa Barong dan Paksi Naga Liman milik Kasultanan Cirebon. Namun bila diperhatikan dengan seksama, perbedaan besar amat nyata. Sebagai kereta keramat, Nagapaksi sering menunjukkan sesuatu yang sulit diterima logika. Tidak heran bila prosesi rehabilitasi kereta ini memakan waktu sampai 10 bulan. Inilah kisah aneh peninggalan kereta kebesaran para pangeran Sumedang.

Benar-benar merupakan kereta yang luar biasa. Nagapaksi memiliki panjang 7 meter, lebar 2,5 dan tinggi 3,1 meter. Melihat keagungan kereta ini, siapapun sudah bisa menebak siapa penunggangnya. Benar, kereta ini adalah tunggangan para pangeran dari kerajaan Sumedang Larang. Tengok saja perbedaan bentuk fisiknya dengan kebanyakan kereta kuda saat ini, sangat jauh dan tidak umum. Bentuk Nagapaksi berwujud seekor ular naga yang bermahkota. Pada bagian leher melingkar sebentuk kalung berukir. Di bagian ekor menempel sebuah gelang. Semuanya terbuat dari emas.

Cuma saja, ada satu keganjilan. Ada sebuah belalai plus gading di bagian muka. Organ tubuh tersebut jelas-jelas merupakan ciri khas seekor gajah. Anehnya, pada bagian badan terdapat sepasang sayap. Mulutnya menganga dan lidahnya terjulur menampakkan sederetan gigi yang meruncing. Kereta unik ini pun dilengkapi empat buah roda dengan tempat duduk di bagian atasnya. Menurut penjaga museum, dibalik penampilannya itu, tersembunyi simbol-simbol yang melambangkan keagungan dan ketinggian derajat.

Bisa Terbang

Inilah kereta peninggalan sejarah Sumedang di masa lampau. Kereta ini merupakan peninggalan Pangeran Kusumadinata IX, yang sangat akrab di sapa rakyat dengan sebutan Pangeran Kornel. Sang pangeran adalah tokoh termasyhur dan paling dicintai rakyatnya. Pangeran Kornel berkuasa di wilayah Sumedang sekitar tahun 1791-1828. Pangeran kornel sangat dikenal rakyt karena kesatriannya menentang kekejaman penjajah Belanda.

Sejarah mencatat, Pangeran kornel pernah menghadapi Gubernur Jenderal Daendels yang kejam dan selalu dikawal pasukan bersenjata. Namun hanya dengan sebilah keris Nagasasra, Pangeran Kornel berani berhadapannya. Ketika itulah kewibawaannya terpancar. Ketika berhadapan, tiba-tiba Daendels bertekuk lutut. Wajah sangarnya luruh dihadapan sang pangeran. Malah ketika Daendels mengajak bersalaman, disambut Pangeran dengan tangan kiri. Sementara tangan kanan menggenggam keris Nagasastra yang terselip dipinggang sebelah kiri. Kisah heroik itu dikenal dengan peristiwa Cadas Pangeran.

Seperti dituturkan cucu Pangeran Kornel, Rd Kusdinar A Sumawilaga (65), bukti kewibawaan Pangeran Kornel itu terpancar pula pada tunggangannya, yakni kereta Nagapaksi. Konon pada waktu-waktu tertentu, kereta Nagapaksi bisa terbang dan membawa Pangeran Kornel ke tempat yang diingini. Biasanya untuk meninjau kondisi rakyatnya di suatu tempat. "Tapi itu terjadi pada waktu-waktu tertentu saja. Kereta itu kebanyakan dipergunakan untuk acara-acara kebesaran," tuturnya.

Tirakat Tujuh Hari

Setelah Pangeran Kornel, kereta Nagapaksi menjadi kereta kebesaran sekaligus tunggangan Pangeran Aria Kusumahdinata. Pangeran Aria dikenal pula dengan sebutan Pangeran Sugih. Beliau menjadi sebagai Bupati Sumedang tahun 1836-1882. Pada pertengahan abad 18, sepeninggal Pangeran Sugih, kereta Nagapaksi tak pernah dipergunakan lagi. Ia lalu menjadi benda keramat yang tersimpan di Museum Prabu geusan Ulun.

Herannya, kewibawaan kerta Nagapaksi justru semakin beretambah. Kereta ini menjadi angker dan keramat. Seringkali par pegawai Museum mendengar suara-suara aneh dari ruang tempat kereta Nagapaksi disimpan. Nah, ketika itu kerap terdengar suara gemeletak seperti roda kereta yang berjalan. Padahal semua orang tahu bila Nagapaksi berada di dalam ruangan. Memang, ruang itu sendiri lebih sering tertutup. Hanya sekali-sekali saja dibuka bila ada pengungjung yang ingin melihatnya.

Pada bulan Maret 1995, kerta Nagapaksi mengalami perbaikan. Namun pelaksanaannya tidak tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang. ketika itu, yang memperbaikinya adalah ahli kereta dari Kasultanan Cirebon, yakni Pangeran Elang Yusuf yang dibantu 2 orang ahli ukir, 2 orang tukang kayu dan kakaknya Pangeran Elang Sartono. Mereka semua adalah pakar pembuat kereta kerajaan dari Kasultanan Cirebon. Namun, meski telah dikerjakan tangan-tangan ahli, tapi proses restorasi berjalan sangat lambat. Bahkan menghabiskan waktu sampai 10 bulan. Barulah pada bulan Januari 1996, perbaikan berhasil diselesaikan.

Menurut Rd Kusdinar, sebelum melaksanakan perbaikan, Elang Yusuf melakukan tirakat terlebih dahulu selama 7 hari. Antara lain dengan puasa dan salat Tahajjud setiap malam. Tujuannya untuk memohon izin dari leluhurnya, serta ridho dari Allah SWT. Dan pada hari ke-7 tirakatnya, Elang Yusuf mendapat petunjuk. Isinya berupa izin untuk memperbaiki kereta. Bahkan untuk keperluan mendapat ijin itu, sewaktu Elang Yusuf naik haji, ia menyempatkan diri berziarah ke makam Dalem Surya Laga, Bupati Sumedang yang wafat di Mekkah. Dan selama dalam proses perbaikan, setiap malam Jumat selalu ditaruh dupa di depan kereta itu.
Tag : Tahukah Anda
0 Comments for "Kereta Nagapaksi Sumedang Larang"

Back To Top